Gedung megah Institut Roncalli jelas bukan gedung biasa. Kompleks ini dahulu ”istana” pribadi seorang Tionghoa kaya yang bernama Kwik Djoen Eng.
Hal itu masih dapat dilihat dari bangunannya sendiri. Beberapa ciri khas dan suasana Tionghoa masih ada dan dilestarikan sampai sekarang, khususnya di ruang makan dan ruang rekreasi.
Lantai ubin yang bermacam-macam motif, batu marmer, dan lukisan-lukisan kaca masih menghias sebagian besar kedua ruangan itu. Semua itu merupakan warisan dari zaman dahulu. Tiang-tiang pergola di taman dan semacam gardu sungguh bercorak Tionghoa dengan warna merah menyala dan kuning. Sampai sekarang gedung Roncalli masih tetap diberi nama Jun Eng oleh sebagian penduduk asli Salatiga.
Kwik Djoen Eng adalah seorang businessman yang unggul. Perusahaan yang didirikannya pada tahun 1877 di Semarang yaitu N.V. Kwik Hoo Tong Handel Maatschappij bergerak di bidang impor dan ekspor hasil bumi. Sekitar tahun 1920 telah berkembang menjadi salah satu firma Hindia Belanda yang terbesar dengan cabang-cabangnya di seluruh Indonesia dan di luar negeri (Cina, Taiwan, Eropa, Amerika).
Pada tahun 1921, Kwik Djoen Eng mulai membangun ”istananya” untuk keluarganya di kota Salatiga. Selama pembangunannya, rencana bangunan sering diubah-ubah dan ditambah-tambah, sehingga baru selesai pada tahun 1925. Gedung amat mewah itu diresmikan dengan pesta yang sangat meriah. Kata orang, biaya total pembangunan gedung itu sekitar 3 juta gulden Belanda. Suatu jumlah yang fantastis.
Dahulu seluruh kompleks Jun Eng, yaitu gedung, kebun hias, kolam besar, semacam kebun binatang, lapangan tennis, kebun kopi dan tanah di luar pagar meliputi lebih kurang 12 ha (6 ha di dalam dan 6 ha di luar pagar). Gedung aslinya dahulu ada empat menara (semacam pagoda) yang melambangkan keempat putra pemiliknya dan sebuah kubah tinggi di tengahnya sebagai lambang dari Kwik Djoen Eng sendiri.
Tentang riwayat gedung itu antara 1925-1940 kurang ada informasi yang pasti. Yang diketahui ialah bahwa akibat krisis ekonomi yang melanda dunia pada tahun tiga puluhan, perusahaan Kwik Djoen Eng jatuh bangkrut. Untuk melunasi hutangnya, seluruh kompleks di Salatiga yang berharga itu di sita oleh Javasche Bank. Sejak itu, gedung itu kosong, tanpa penghuni. Tentang nasib Kwik Djoen Eng, ada yang mengatakan bahwa beliau meninggal dalam perjalanan pulang ke tanah leluhur. Keluarganya tersebar-sebar antara lain ke Singapura. Akan tetapi kepastian dari berita itu tidak ada.
Dalam bulan April tahun 1940 pimpinan FIC di Indonesia sangat didesak Uskup Semarang untuk membeli gedung Jun Eng yang ditawarkan oleh Javasche Bank dengan harga yang rendah. Waktu itu gedung sudah beberapa tahun kosong dan tidak terawat. Waktu dibeli, pimpinan FIC belum ada gambaran jelas kompleks yang amat luas itu akan dipakai untuk tujuan apa: panti asuhan anak-anak piatu? Sekolah dan asrama? Sekaligus tempat istirahat bagi para bruder?
Dalam bulan Mei tahun 1940 itu juga, sebelum FIC sempat menempati istana Jun Eng, seluruh kompleks ”dipinjam” oleh Gubernemen Hindia Belanda untuk dijadikan kamp tawanan. Kemudian, dengan kedatangan tentara Jepang tahun 1942, menjadi kamp interniran bangsa Belanda. Jumlah internir kira-kira 170 orang banyaknya, di antaranya beberapa pastor dan bruder. Tahun 1945, waktu revolusi, untuk beberapa bulan menjadi markas polisi dan tentara Indonesia. Kemudian, dari tahun 1946 sampai 1949 dijadikan tangsi tentara Belanda.
Baru dalam tahun 1949 bulan Mei, Bruder-bruder FIC mulai menetap di dalam gedung. Bagian belakang gedung dipakai untuk SMP sampai tahun 1974. Gedung utama untuk bruderan dan asrama untuk anak-anak SMP sampai tahun 1966. Waktu itu kompleks gedung yang luas dalam keadaan menyedihkan. Lagi pula dalam bentuk aslinya kurang cocok untuk sekolah atau asrama. Di sana-sini perlu diperbaiki atau diubah. Namun demikian, renovasi besar-besaran selalu ditunda-tunda karena lama sekali ada keraguan dalam kalangan FIC tentang tujuan definitif rumah istimewa itu.
Baru ketika Institut Roncalli lahir pada tahun 1968 dan ternyata mendapat tanggapan positif dari kalangan para religius, maka pimpinan FIC menyediakan kompleks Jun Eng untuk karya baru itu. Pada tahun 1969-1970 gedung utama direnovasi secara menyeluruh agar lebih sesuai dengan tuntutan karya Institut Roncalli. Seluruh atap dengan menara-menara dan kubahnya dibongkar.
Lantai dua diubah radikal menjadi 40 kamar untuk peserta kursus. Hasilnya, kompleks itu menjadi perumahan yang lebih praktis, lebih sesuai, dan tak begitu mewah bentuk lahirnya.
Meski sudah mengalami renovasi dapat dikatakan bahwa bentuk dasar bangunan masih asli seperti dulu. Sejak itu, kompleks Jun Eng mulai dikenal sebagai Institut Roncalli, dan sejak tahun 2008 berganti nama menjadi Rumah Khalwat Roncalli.
Alamat: Jl. Diponegoro No.90, Sidorejo Lor, Kec. Sidorejo, Kota Salatiga, Jawa Tengah 50714